Menjaga lingkungan menjadi kewajiban demi tercapainya kenyamanan bersama. Wacana-wacana yang ditawarkan oleh banyak orang dan kelompok-kelompok yang ada di sekitar kita, beraneka macam, rasa kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan, telah membuat hati manusia ingin melakukan perubahan.
Kelompok-kelompok ini bergerak sesuai dengan disiplin atau disesuaikan juga dengan lingkungannya. Tidak heran kemudian, pergerakan peduli lingkungan sangat masif dilakukan di berbagai daerah, mulai dari penanaman pohon, gotong royong dengan mengajak masyarakat, bersih-bersih dan banyak lagi pergerakan yang dilakukan dengan mengatasnamakan ‘peduli lingkungan’. Di sekolah-sekolah misalnya, guru dan siswa, begitu juga di kantor-kantor pemerintahan, hari Jum’at merupakan hari bersih-bersih dan biasa dilakukan dari jam 07.30 sampai jam 09.00 atau jam 10.00.
Pertanyaannya adalah, sejauh mana efektifitas yang bisa dilihat dari pergerakan peduli lingkungan yang biasa kita lakukan? Apakah masyarakat dan pemerintah secara luas mampu merespon dengan tepat aktifitas ini? Sepertinya ini menjadi kesadaran kita bersama.
Dalam perkembangannya, dan melihat kondisi lingkungan yang semakin lama semakin menjadi-jadi, terlihat ketidak seriusan kita dalam menanggulangi kerusakan lingkungan, mulai dari sampah plastik dan sampah-sampah yang tidak ramah dengan tanah, berserakan dimana-mana, bak-bak sampah seakan tidak berfungsi, sungai juga dijadikan tempat pembuangan sampah.
Di Pemenang, Lombok Utara, misalnya, yang kita tahu perkembangannya sangat mendunia bahkan program pemerintah yang memiliki target pertahun mendatangkan tamu wisata yang terus meingkat. Dengan target tersebut, pemerintah gencar mempromosikan wilayahnya di kancah internasional, dan Pemenang, menjadi pintu gerbang Kabupaten Lombok Utara sekaligus pintu gerbang pariwisata dengan ketenaran tiga Gili (Gili Air, Gili Meno dan Gili Terawangan).
Melihat hal tersebut, masyarakat sering mengeluhkan kondisi lingkungan mereka, ketidak bersihan dan pembangunan yang semeraut, sering menjadi obrolan di Berugaq-berugaq warga. Warga menyalahkan pemerintah, begitu juga sebaliknya, pemerintah menuntut kesadaran warga. Sampah menjadi permasalahan serius di Pemenang, Lombok Utara.
Melihat fenomena tersebut, maka beberapa kelompok di Pemenang mencoba memberikan tawaran untuk menyikapinya, seperti Komunitas Kearifan Lokal Tebango (K2LT), Bina Lingkungan Wisata Terpadu (BALANT), Bomb Of North (B.O.N) dan Pasirputih.
Selasa, 26 April 2016. Sekelompok anak muda yang masih duduk di bangku SMA dan memiliki hobi yang sama dan cukup intens di bidang mural, grafitti dan komik, akhirnya membuat satu kelompok yang mereka namakan Bomb Of North (B.O.N). B.O.N dan Pasirputih, menginisiasi satu gerakan peduli lingkungan melalui pendekatan seni mural, grafitti dan komik, bertemakan “Love The Earth, Love The Heart”.




Lokasi kegiatan ini dilaksanakan di Dusun Karang Petak, Pemenang Timur, Kecamatan Pemenang, tepatnya di jalur menuju pelabuhan penyeberangan menuju tiga Gili, Bangsal. Sepanjang jalur menuju pelabuhan, anda akan menemukan deretan tembok pagar pembatas rumah warga berjejer di sebelah kiri kanan jalan. Dari sekian banyak tembok, akhirnya kawan-kawan memilih satu tembok warga. Sebelum membuat mural dan graffiti di sana, kawan-kawan bernegosiasi degan pemilik tembok, yang akhirnya diizinkan. Kawasan ini dipilih, sebenarnya bukan untuk menyedot perhatian turis internasional atau turis lokal, namun mengharapkan respon masyarakat secara luas.
Beberapa teman yang berpartisipasi, antara lain Adi Montana a.k.a Dot Montana, Dody Megantara a.k.a Dody Pheot dan Jaya Sasena Anjana a.k.a BIG-J, dimana mereka ini intens di bidang seni grafitti. Yang terakhir adalah Rizki Dian Arrahman a.k.a Eky_Mic yang intens membuat komik. Sekelompok anak muda ini mencoba merespon fenomena sosial dengan pesan yang disampaikan melalui Mural, Grafitti dan komik. Anak-anak muda yang kreatif ini, tidak hanya memberikan pesan tentang pentingnya menjaga alam, namun dengan kegiatan seperti ini, mereka berharap berbagai problem remaja di Pemenang bisa teratasi, yakni dengan menyibukkan diri dengan mengembangkan kreatifitas.
Pergerakan ini akan terus dicoba, bertujuan untuk secara bersama-sama menyadari bahwa menjaga lingkungan menjadi tanggung jawab bersama, bukan pemerintah ataupun masyarakat, tapi seluruh masyarakat, di Pemenang dan di Indonesia bahkan seluruh manusia di dunia. ***