Pertemuan yang ke 10, Kelas Mendea, Senin, 7 januari 2019. Yang menjadi pemantik sore hari itu adalah Muhammad Sibawaihi, Direktur Program Pasirputih.

Sibaaihi memapar-ulangkan problematika pertanian, khususnya di Lombok Utara. Dari paparannya itulah, partisipan diberitahu beragam kegalauan yang dialami oleh para petani. Muhammad Sibawaihi pun tak lupa bertanya kepada para partisipan, “Mengala kalian ingin menanam?”
“Untuk memenuhi kehidupan sehari-hari,” demikian rata-rata partisipan menjawab.
Beberapa jam sebelumnya, pada 10.00 WITA, Afifah Farida (Sayurankita) membekali partisipan dengan pengetahuan tentang “Isu-isu Pertanian Nasional”. Dalam diskusi di sesi itu, diketahui bahwa pertanian ternyata tidak jauh dari isu-isu politik dan monopoli kapitalis atas petani. Ketika revolusi hijau digiatkan oleh rezim Orba, tampak bahwa isu pertanian di Indonesia membaik dan semuanya terasa berjalan lancar (bahkan konon Indonesia sudah bisa mengekspor beras ke negeri tetangga). Tapi, nyatanya, itu semua hanya semu belaka. Nama kita terkenal di luar, tapi di dalamnya: rakyat masih menderita dan banyak daerah yang masih kesulitan pangan. Revolusi hijau hanyalah sebagian kecil dari agenda politik rezim. Apa yang dulu digadang-gadang sebagai “ketahanan pangan” hanyalah jargon di bawah agenda kebijakan politik revolusi hijau Orba, yang pada kenyataannya tidak sama sekali memberikan dampak positif kepada warga masyarakat, juga tidak menciptakan apa yang patut kita sebut sebagai kemandirian pangan.

Di sela-sela kegiatan Kelas Mendea, partisipan tidak lupa untuk meninjau perkembangan tanaman di lab-tani Mendea. Beberapa tanaman sudah tumbuh, walaupun masih mungil-mungil.



