Malam ini seperti biasa, Bioskop pasirputih, Jum’at, 08 Mei 2016, menayangkan filem Neorealisme Italia yang keempat karya Vittorio De Sicca, judulnya Ladri di Biciclette (Pencuri Sepeda), 1948. Filem ini menceritakan tentang seorang buruh yang mencari pekerjaan, dimana saat itu Italia sedang terpuruk, perekonomian mengalami kemeresotan pasca perang dunia kedua.
Ricci seorang buruh pengangguran yang sudah cukup lama tidak mendapat pekerjaan, pada suatu hari berkesempatan bekerja. Syaratnya, Ricci harus memiliki sepeda sebagai pendukung pekerjaannya bekerja di salah satu perusahaan penempel poster. Jika Ricci tidak memiliki sepeda, artinya pekerjaan itu akan hangus dan akan diambil orang lain.

Akhirnya Ricci berusaha untuk mendapatkan kembali sepeda yang saat itu sudah ia gadaikan. Untuk mendapatkan kemblai sepeda tersebut, Ricci dan istrinya menjual segala apa yang tersisa di rumah mereka. Sepeda di daptkan kembali, Ricci mendapatkan pekerjaan sebagai penempel poster, dengan bayaran yang bisa mencukui hidup mereka.
Sial bagi Ricci, saat tengah menempel potser di salah satu pusat kota, segerombolan pencuri mengambil sepedanya. Ricci bersama anaknya mencari sepeda ke seluruh penjuru di Roma. Lalu di mulailah petualangan mencari sepedanya dengan Bruno (anaknya). Petualangan yang membawa kita kepada struktur kehidupan masyarakat itlia pasca perang dunia II, serta menyaksikan bagaimana realitas sosial di Italia saat itu.
Malam ini pemutaran filemnya dihadiri oleh teman-teman Bomb Of North (BON) yang bergerak di bidang Grafiti dan mural. Dalam kesempatan kali ini, penyampaian kurasi disampaikan oleh Oka dan diskusi dibuka oleh Siba. Siba membuka diskusi dengan mempesilahkan para peserta untuk memberikan tanggapan-tanggapannya tentang filem tersebut. Saat itu Husna mendahulukan dirinya untuk berkomentar tentang filem yang di tontonnya, “untuk mencari pekerjaan saat itu sangat sulit. Sama seperti saat ini, setiap pekerjaan harus ada yang menjamin seperti pendidikan tinggi. Saat ini untuk mendapatkan pekerjaan harus ada gelar seperti S1, kita seolah-olah di tuntut untuk mencari pendidikan sampai setinggi-tingginya”, kata Husna.
Dayat, salah satu anggota B.O.N (Bomb Of North), langsung mengeluarkan uneg-unegnya tentang filem tersebut. Menurutnya, “ film ini memberikan kita motivasi bahwa segala masalah pasti ada solusinya. Akan tetapi, saya heran, di dalam filem ini ada segi negatifnya. Negatifnya mengapa Ricci harus mencuri? Apa karena ia sudah putus asa dengan perjuangannya?”
Kamipun sedikit bernafas beberapa menit, lalu melanjutkan diskusi. Adi lebih suka di panggil Dot juga memberikan tanggapan mengenai filem tersebut, “filemnya sangat sedih. Beban yang di tanggung dalam keluarga Ricci sangat berat, dengan tanggungan hidup, mau tidak mau, Ricci harus mencari sepedanya sampai dia dapat, karena sepeda itu merupakan aset satu-satunya dalam keluarga. Dengan segala cara Ricci berjuang untuk mendapatkan sepedanya dan diujung pencarian, akhirnya Ricci dengan sangat terpaksa mencuri sepeda, yang akhirnya Ricci pun tertangkap. Aku kebingungan, kenapa ada bendera komunis di dalam filem tersebut?” Siba menjawab pertanyaan Adi, “Ya, karena saat itu setelah pemerintah fasis tumbang, berbagai ideology bermunculan di Italia. Hal ini dikarenakan Italia memasuki masa transisi, dan yang banyak mempengaruhi Italia pada masa itu adalah ideology Kaum Kiri dan Kaum Kristen Demokrat. Kalau misalnya kita lihat dari film ini, jelas bahwa De Sicca adalah orang Komunis”, jalasnya. Adi akhirnya merasa puas karena apa yang di sampaikan filem tersebut, dia dapatkan.
Filem neorealisme Italia mulai bermunculan sejak runtuhnya pemerintahan fasis. Diskusi kemudian berindah pada pembahasan tentang setiap frame film ini. Ada yang menjelaskan bahwa setiap framenya memberikan kita penanda-penanda. Kameranya dan acting actor yang benar-benar diambil dari kehidupan nyata.
Jam pun mulai menunjukkan 22.00 wita, Siba pun berinisisatif untuk menghentikan diskusi ini, karena para peserta juga sudah memberikan kode-kode kelelahan kepada kami. Akhirnya diskusi ini kami hentikan. Kajian-kajian dalam filem ini tidak habis untuk kita bicarakan satu jam dua jam, mungkin akan dilanjutkan di lain waktu.