Setiap hari sabtu saya sering teringat pada lagu “malam minggu malam yang panjang buat kita anak muda”. Tiga hari sebelum hari sabtu (malam minggu) saya dan kawan-kawan Pasirputih menantang seniman dari Jakarta yang tergabung dalam komunitas Forum Lenteng. Komunitas ini fokus pada pengembangan dan pemberdayaan media. Namanya Asti (panggilan itu yang sering kami gunakan). Seketika mendengar tantangan kami, Asti terkaget-kaget dan ragu-ragu memutuskan untuk mengatakan ya. Sembari Asti berfikir panjang, kami terus mendorongnya agar dia siap untuk berproses berbagi ilmu tentang tarian kepada adik-adik pengungsian Pemenang. Tiga jam berfikir, akhirnya Asti mengiyakan tantangan kami dan besoknya lasung adik-adik dan Asti berproses.
Kesokan harinya, Asti dan adik-adik memulai prosesnya dengan riang gembira. Awalnya Asti dan adik-adik mendiskusikan waktu latihannya dan menyepakati jadwal latihan pada jam tiga sore (15. 00 Wita). Karena ada beberapa kegiatan adik-adik yang menghambat jadwal latihan yang telah disepakati, akhirnya mereka memutuskaan untuk mulai latihan jam sebelas sampai jam setengah satu.

Tiga hari latihan, Asti dan adik-adik merencakan presentasinya pada hari sabtu malam minggu. Saya pun bertanya pada Asti, “kenapa prosesnya harus dipresentasikan?’’ Asti pun menjawab “iya harus, sebagai upaya kita menyemangati atau menghadirkan ruang untuk terjadinya dialog atau diskusi antara adik-adik yang berproses dengan beberapa penonton yang menghadiri presentasi”. Tegasnya kepadaku. Saya pun bertanya lagi “nah, presentasinya bentuknya gimana ntar?’’. “jangan terlalu muluk-muluk, sederhana saja, ada lampu dan lokasi aja”. Jawabnya.
Saya pun langsung menghubungi beberapa teman Pasirputih dan warga untuk membantu kami menyiapkan presentasinya, mulai dari raundown acaranya hingga pada akhirnya dengan ditutup dengan kebahagiaan dan semangat untuk terus berproses. Lokasi presentasi akhirnya kami laksanakan di pengungsian belakang kapolsek Pemenang. Sore menjelang petang, kami rasa segala sesuatunya sudah siap dan kami pun berifing dan acara malam minggu pun di mulai.

Pukul 20.00 wita pun tiba, acara pun kami memulai, menjadi pengalaman pertama saya menjadi host atau pembawa acara. Saya pun merasa agak canggung tetapi aku lawan canggung itu dengan keberanianku. Aku pun membuka acaranya dengan membaca Basmallah “Bismilallahirahmanirrohim” acara pembukaan presentasi tari Ratoh Jaroe Segera di mulai.

Ada beberapa kegiatan yang kami lalui sebelum berjumpa dengan acara puncak yakni, Konsernya Tree O Amphibi, salah satu band fenomenal yang ada di Lombok dangan lagu-lagunya sederhana dengan jargonnya 1% skill 99% sayang. Tree O amphibi menyumbangkan tiga lagunya untuk membakar semangat para penonton yang menyaksikan presentasi. Ketika Tree O Amphibi memulai menyayikan lagu keduanya, tiba-tiba listrik pun padam. Sempat hening dan kebingungan, tetapi kami terus meneruskan kegiatan itu, menggunakan Smart Phone sebagai alat penerang dan Pengeras suara yang di cas. Setelah Tree O Amphibi, kami juga mendatangkan penyanyi atau artis dari Pemenang namanya Pak Yatim, dia salah satu musisi dari Pemenang dan sering nyayi di setiap acara pernikahan di dalam dan luar Pemenang. Pak Yatim pun menyumbangkan lagu dari miliknya Nurul Jihad (Penyayi Asal Lombok Utara) dan lagu ciptaan sediri. Pak Yatim pun bernyayi menambah suasana seru di acara presentasi itu. Di samping dia terkenal, suaranya yang bagus dan has.

Setelah pak Yatim, Para Brimob dari dari Medan pun ikut menyumbangkan suaranya di iringi pentinagan gitar pak Yatim dan Fadli. Kami pun terus bernyayi dan saatnya acara puncak, yakni presentasi Tari Ratoh Jaroe tarian asal Aceh yang diajarkan Asti kepada adik-adik pengungsian. Pembawa Acara pun memanggil para penari sambil bertepuk tangan dan support oleh orang tua serta warga yang menyaksikan. Adik-adik pun memberikan penghormatan dan salam kepada para penonton yang hadir agar diizinkan untuk menari.

Salamnya di latih oleh Asti dengan gerakan yang sesuai dengan tariannya. “Lombok Utara Ceria” kalau tidak salah salamnya sebelum mereka menari dengan di tambah tarian yang centil membuat keimutan adik-adik ini semakin terlihat. Tarian pun di mulai, sepanjang tarian warga tidak berhenti bertepuk tangan dan menyorak –nyorak untuk di tariakan lagi. Karena warga masih penasaran dengan tarian mereka, warga pun menyuruhnya menari lagi, menari lagi, menari lagi dan adik-adik pun menerima permintaan warga dan tambah bersemangat.
Tiga kali adik-adik ini menari, karena jam sudah menunjukkan sudah semakin malam, akhirnya pada acara penutupan kami membuat api unggun dan lalu mengelilinginnya sambil bernyayi. Inilah yang kami sebut denga api unggu kebahagiaan. Api unggun kebahagiaan adalah api yang dihajatkan sebagai sebuah penghantaran do’a agar bencana yang menimpa Lombok lekas usai.


Pada saat mengitari api unggun tersebut kami bernyanyi dan menari mendendangkan lagu kebahagiaan. Di acara tersebut juga dimeriahkan oleh Crops Brimob yang bertugas sejak beberapa bulan lalu yang berposko di Polsek Pemenang. ***