Oleh: Humaidi (Fasilitator Video) | berajahaksara Komunitas pasirputih
Aku dan Hamdani berangkat ke Tebango Bolot dari sekret Komunitsas pasirputih tepat pukul 14.00 Wita. Kami berangkat dengan memakai sepeda motorku yang baru saja selesai aku perbaiki. Setelah memakan waktu kurang lebih 30 menit, akhirnya kami sampai juga, setelah melewati perjalanan yang cukup memacu adrenalin disebabkan banyak lubang, jalan berliku, berbatu, terjal dan licin…
Sesampai disana kami menunggu sejenak adik-adik peserta workshop video, karena mereka baru pulang sekolah, dan harus makan siang dan mengganti baju dulu. Setelah sekian lama menunggu, yang pertama datang adalah Tini, salah satu pesrta workshop sekaligus yang bertugas mengontrol teman-teman peserta workshop video yang belum datang. Di Hari kedua aku di Tebangi Bolot ini , aku dan Hamdani jalan-jalan bersama adik-adik peserta workshop untuk melihat potensi-potensi yang ada di sana. Sangat senang melihat adik-adik bisa tersenyum dan tertawa, karena kami memang sengaja menjadikan moment hari kedua ini untuk berakrab ria, membuat hubungan kami lebih dekat. Bukan sebagai orang yang mengajar atau fasilitator, melainkan sebagai kakak mereka. Hal tersebut memang sangat perlu dilakukan, dengan harapan workshop bisa berjalan tanpa ada rasa malu sesama kami.
Sebelum pergi tak lupa saya, hamdani dan adik-adik berdoa. Saya dan hamdani berdoa dengan menundukkan kepala, sdangkan adik-adik peserta berdoa dengan cara mereka yang khas, dengan menghadap Sang Budha, dan dengan lantunan doa yang merdu. Setelah melakukan doa saya dan Hamdani memberikan mereka berapa gerakan pemanasan dan ‘senam awet muda’ supaya di tengah perjalanan nanti tidak ada yang keram karana kurang pemanasan, tentu pemanasan ini membuat mereka tertawa terbahak-bahak, karena Hamdani memberikan gerakan-gerakan yang unik. Kemudian kami memberikan bebrapa instruksi, agar jalan-jalan kali ini tidak hanya sekedar jalan-jalan, namun untuk melihat potensi yang ada di Dusun Tebango Bolot, dan agar apa yang mereka lihat sebagai potensi daerah mereka, mereka ingat, yang kemudian nanti akan mereka tulis sepulang dari jalan-jalan.
Perjalananpun di mulai dengan senyum manis dan lantunan nyanyian-nyanyian yang di suarakan oleh adik-adaik peserta. Sayapun ikut bernyanyi walaupun tidak menghafal lagu yang dinyanyikan adik-adik tersebut. Itu salah satu strategi saya dan hamdani, agar lebih dekat dengan mereka. Dalam proses melakukan kegiatan bersama warga, memang sangat dibutuhkan kedekatan yang baik. Hal ini menjadi penting, agar misi yang sedang kita jalankan pun bisa terlaksana dengan baik. Saya terutama, tidak ingin terkesan menjadi orang lain di Tebango Bolot. Meski secara keyakinan dan latar belakang yang berbeda. Bahwa agama, keercayaan, suku, budaya dan latarbelakang apapun, tidak bisa dijadikan halangan untuk mentransfer pengetahuan dan berbagi. Tidak mudah memang, karena menjadi fasilitator workshop seperti ini adalah pengalaman pertama saya. Apalagi berperoses bersama warga secara nyata. Di bangku kuliah, hanya diajarkan secara teori. Maka, kesempatan yang baik ini ingin saya gunakan sebaik mungkin sebagai ruang belajar saya.
Selain melihat potensi disekitar tebango bolot saya dan Hamdani diajak adik-adik ke suatu tempat yang sangat katanya bagus sebagai tempat refresing dan untuk foto-foto, yaitu Sungai Beroton. Di Sungai Beroton, kami sempat berfoto ria bersama adik-adik, “…sekalin buat kebutuhan status FB…”, ujarku dalam hati. Dalam perjalanan pulang, kami tetap melakukan komunikasi, bernyayi bersama, tertawa bersama, sampai akhirnya kami pun sampai di vihara dan menutup kegiatan dengan berdoa bersama lagi.
Setelah berdoa, sesuai dengan kesepakatan, para peserta menulis apa yang meraka dapatkan ketika jalan-jalan tadi. Tapi karena senja sudah mulai tampak di ufuk barat, dan kami pun harus kembali menantang jalanan terjal, kami harus merelakan hari pertama ini berakhir dan berjanji akan bertemu kembali esok sore. Sepanjang perjalanan menyusuri jalan di tengah perkampungan warga, adik-adik dan warga menawarkan kami untuk menginap. Namun beberapa hal harus kami bicarakan lagi dengan kawan-kawan Komunitas pasirputih, akhirnya dengan berat hati tawaran untuk menginap kami tolak. Tapi saya secara pribadi ingin sekali menginap di sini. Merasakan malam yang hening dan membayangkan ketika matahari menyentuh kulit sembari embun beranjak dari daun-daun pepohonan… Semoga….
_____________________________________________________
Tulisan ini juga dimuat dalam https://anjangsanabudaya2015.wordpress.com