Oleh: Muhammad Imran | Komunitas pasirputih
Jam sembilan sehabis makan malam, aku bersama sitriku mengunjungi mertua. Selain silaturrahin ke orang tua, kami juga berniat pergi ke konter tiket fastboat milik salah satu paman istriku. Istriku berniat untuk mengurus masalah ticket booking fastboat milik salah seorang tamu hotel tempatnya bekerja, yang sedikit bermasalah.
Beberapa menit setelah sampai di rumah mertua, aku dan istriku langsung menuju konter. Sesampai di konter, kami melihat sekerumunan orang di tengah jalanan sebelah barat konterntersebut. Kerumunan itu membuat kami penasaran, lalu kami bertanya pada istrin pemiliki konter.
“Bi…, orang ngapain itu? Orang kelahi, ya ya?” aku bertanya.
“Bukan… itu orang lomba.”
“Lomba apa, Bik?” kami balik tanya.
“Lomba burung.”
“Burung?” ucapku dengan sedikit kebingungan. “Lomba burung, kok malam-malam begitu?” tanyaku.
“Itu lomba Burung Keceprek.”
“Ah… Keceprek?” kataku dalam hati.

Aku pun semakin bingung. Aku baru mendengar ada lomba burung malam-malam. Setahuku, lomba burung biasanya diadakan pada siang hari. Seperti misalnya lomba burung yang kami sebut dalam bahasa Lombok yaitu Kecial Kuning dan burung lain pada umumnya.

Burung yang satu ini beda dari burung-burung yang lainnya. Suaranya pun tak secantik suara burung yang lain. Burung ini hanya mengeluarkan bunyi yang sangat singkat padat dan jelas “keceprek..keceprek…keceprek…”. Seperti itulah burung ini berbunyi. Maka dari itu, para penggemar burung ini memanggilnya dengan nama Keceprek.
Rasa penasaran masih menyelimutiku. Aku bertanya lagi kepada mertuaku, karna secara kebetulan mertuaku juga ikut bersama kami malam itu.
“Pak… Keceprek itu burung apa sih pak?”
“Keceprek itu burung Puyuh.”, kata mertuaku.
Aku jadi tambah penasaran. Karena selama ini aku sering mendengar nama burung tersebut, tapi belum pernah melihat perlombaannya.
“Kenapa kamu gak pergi nonton aja biar kamu tau lebih jelas?” kata si mertuaku.
“Ya sudah kalu gitu , saya pergi lihat dulu ya pak”, kataku dengan sopan.
Setelah ngobrol dengan bapak mertua, Sindra, adik iparku datang menghampiriku dan menawarkan untuk membawa salah satu burung Keceprek miliknya. Rencananya, burung tersebut akan diikutsertakan dalam lomba.
Menurut adik iparku ini, semua burung Keceprek yang ikut lomba memiliki nama. Nama ini akan membantu si pemilik untuk memanggil si burung, jika ia tidak mau bersuara. Jadi, Keceprek ini langsung ku beri nama Ranggalawe. Aku jadi ikut bersemangat dan tidak sabar untuk melihat secara langsung perlombaan burung Keceprek tersebut.
Sesampai di tempat perlombaan, aku melihat banyak sekali masyarakat yang ikut menjadi peserta. Selain itu, perlombaan ini mampu menghiptotis masyarakat untuk menonton. Orang tuan, muda-mudi dan anak-anak banyak yang hadir dan ikut merasakan panasnya atmosfer pertandingan burung Keceprek ini. Meskipun perlombaannya belum dimulai, atmosfer ketegangan dan uporia dari peserta maupun para warga sudah terasa.
Aku pun tidak akan menyia-nyiakan kesempatan malam itu untuk mengambil beberapa momen penting. Akupun merasakan dan larut dalam uporia malam itu. Meskipun persiapan perlombaannya sangat sederhana, dimana hanya menggunakan sebuah lampu sorot yang menyinari arena perlombaan, serta sebilah bambu yang sudah di tulis nomor sebagai tempat menggantungkan sangkar burung Keceprek sesuai dengan nomor urutnya, tapi uporia para peserta dan para warga yang ikut menyaksikan perlombaan tersebut, membuat para wisatawan datang untuk menyaksikannya. Para wisatawan tersebut, juga tidak mau ketinggalan moment seperti saya. Mereka langsung mengabadikan perlomban ini menggunakan handycame-nya.
Setelah para panitia menentukan posisi nomor urut para peserta, peserta dipersilahakan menggantung burung-burung mereka. Setelah semua siap, salah satu panitia kemudian berjalan bolak-balik di bawah sangkar yang berisi burung Keceprek yang dilombakan tersebut, sambil mengerak-gerakkan sebuah benda (botol kaleng) yang berisi bebatuan. Kaleng yang digerakkan tersebut mengeluarkan suara yang sangat berisik. Suara berisik tersebut bertujuan untuk mempengaruhi mental burung yang dilombakan. Jika seekor burung mempunyai mental yang bagus, burung tersebut tidak akan panik, sehingga burung tidak akan sungkan mengeluarkan suara yang lantang. Namun, apabila seekor burung tidak punya mental, maka ia akan melakukan adegan-adegan yang membuat si pemiliknya gerah dan marah. Seperti misalnya, si burung Keceprek jadi malas-malasan, ketiduran, atau hannya terdiam dan mencari kutu di punggungnya.
Tapi tidak sampai di sana usaha para pemilik buruk. Mereka terus berusaha untuk mengembalikan emosi burung andalan mereka supaya bergairah dan mau bersuara. Teriakan-teriakan yang dilontarkan oleh para pemilik burung membuat atmosfer di halaman perlombaan menjadi heboh. Menariknya lagi, ketika para pemilik burung berteriak memanggil burung yang sudah diberi nama panggilan. Nama yang diberikan bermacam-macam. Ada yang member nama burungnya dengan nama Jokowi, Bongkas, Boy, dan lain sebagainya. Pelombaan berlangsung dengan seru. Ramai oleh suara para pemilik burung yang berkali-kali memanggil nama burung jagoan mereka
“Boy…, buka…! Buka…! Angkat…, angkat!”
“Jokowi…, ayo!!! Buka…, buka!!! Kampanye…, kampanye!!!
“Bongkas, ayo mana suaramu!!!”
Di tengah perlombaan, tiba-tiba datang seorang warga yang memperotes keributan yang di timbulkan karena perlombaan ini. Warga itu meminta agar suara peserta dikecilkan. Alasannya adalah para wisatawan komplin. “Suara kalian ribut sekali! Masa suara kalian lebih besar dari pada suara burung?”
Setelah komplin itu, suara para peserta menjadi setabil. Namun para pemilik burung tak berhenti untuk memanggil burung jagoannya, sampai waktu yang ditentukan. “Kecepreeeeek… kecepreeeeek… kecepreeeeeek……!”
_________________________________
Tulisan ini dibuat dalam rangka Program AksaraMedia Komunitas pasirputih. Sebuah upaya penyadaran masyarakat terkait bagaimana kerja media, dan memanfaatkan media untuk kepentingan warga. Silahkan kunjungi Blog AksaraMedia
kok ndk ada ketentuan pemenangx mas bro , , ,
di videonya ada
bisa dilihat thanks.
lestarikan tanpa sangkar lebih manusiawi