Oleh: Etika Lailaturrahmah | Komunitas pasirputih Lombok
Tidak banyak yang masuk sekolah hari ini. Meski sebenarnya hari ini adalah hari pertama masuk setelah libur puasa Ramadhan. Teman-teman sekelasku tidak banyak yang hadir. Setahuku juga tadi malam, seorang temanku SMS kalau mereka janjian tidak masuk sekolah.
Hari ini memang hari Lebaran Topat. Mungkin di daerah lain istilah ini tidak ada. Hanya ada di Pulau Lombok saja. Lebaran Topat adalah lebaran yang diselenggarakan setelah enam hari puasa Syawal. Tepatnya ia dilaksanakan pada tanggal 8 Syawal. Teman-temanku yang tidak masuk sekolah, mungkin sedari pagi sudah berada di lokasi-lokasi wisata untuk berlibur bersama keluarga, berkumpul menikmati kebersamaan di hari Lebaran Topat ini.
Akupun tidak mau kalah. Setelah selesai halal bihalal di sekolah, aku langsung bergegas pulang. Sebab, keluargaku pun akan memanfaatkan moment ini untuk berlibur bersama ke pantai. Sebab, di KLU memang daerah yang berada di pinggir pantai. Dari sekian banyak pantai yang ada di Lombok Utara, kami memilih untuk mengunjungi Pantai Nipah. Keputusan ini diambil agar tidak perlu repot membawa banyak bekal dari rumah. Sebab di sana banyak penjual ikan bakar. Jadi sambil santai, sambil makan ikan bakar. Emmm… Sedaaaap…!

Kami berangkat dari rumah menggunakan sepeda motor. Menerobos ratusan sepeda motor yang juga berjejalan di jalan raya. Tampaknya seluruh penghuni Pulau Lombok sedang merayakan Lebaran Topat ini. Semua membeludak. Benar saja, ketika sampai di perempatan Pemenang, banyak sekali Polisi Lalulintas berdiri di tengah jalan, guna untuk menertibkan kendaraan bermotor, yang semakin siang semakin ramai.




Perjalanan ke Pantai Nipah mbutuhkan waktu sedikit lama dari biasanya. Jika saja kita ngebut, maka kemungkinan buruk akan terjadi. Maka kami melaju kendaraan dengan pelan. Seperti kata pepatah, “biar pelan asal selamat”.
Siang itu, Pantai Nipah sudah dipadati pengunjung. Susah juga mencari tempat berteduh. Pondok-pondok yang disedikan oleh para penjual ikan bakar, sudah penuh oleh pengunjung. Awalnya kami duduk di atas pasir. Namun, ketika melihat salah satu pondok yang ditinggalkan oleh pengunjung lain, kami sgera mengambil alih tempat itu. “…Siapa cepat dia dapat…”, gumamku dalam hati.
Langsung saja orangtuaku memesan ikan bakar. Sementara ikan sedang dipanggang, aku menyempatkan diri untuk berjalan-jalan di sepanjang bibir pantai. Meski indah, pantai ini terlihat tidak begitu menarik. Faktor utamanya adalah, tidak dijaganya kebersihan dengan baik. Sepanjang pantai misalnya, kita akan sangat mudah menemukan plastik-plastik makanan ringan, mie instan dan lain-lain. Belum lagi para pedagang ikan yang membuang tulang-belulang sembarangan, yang bisa sangat berbahaya jika tidak sengaja kita menginjaknya.
Hp ku berdering. Bapak menelponku untuk segera kembali. “Ikan bakar sudah siap!”, katanya. Aku segera bergegas kembali ke pondok yang tadi kami rebut. Menikmati ikan bakar yang sedap, dengan sambal terasi yang asoy. Tidak ku sangka, sepiring nasi yang disuguhkan oleh penjual ikan bakar itu, habis ku lahap. Apalagi nasinya dicampur dengan Pelecing kangkung dengan Kerupuk Bakar yang sedap.


Makan sudah selesai. Kini waktunya menikmati suasana dalam riuhnya pengunjung Pantai Nipah. Bunyi-bunyi dentingan lonceng para pedagang rujak. Musik elektrik dari para pedagang es krim, suara anak-anak bermain di pinggir pantai, suara gelak tawa orang-orang tua di atas tikar plastik, serta deburan ombak, membuat Lebaran Topat ku kali ini sangat berkesan.
Suara Adzan Asar, membuatku tersadar. Waktunya untuk segera melaksanakan sholat. Setelah sholat, aku akan segera pulang dan harus segera meninggalkan keriuhan tempat ini. Aku sholat di sebuah berugaq (bangunan seperti joglo yang bertiang empat) yang terletak di pinggir jalan. Di dekat berugaq tersebut terdapat dua buah kamar mandi yang bersebelahan. Sebuah kertas yang ditempel di dekat pintn kamar mandi tersebut tertulis, Mandi: Rp 3.000, BAB: Rp 3.000, Wudhu: Rp 2.000.

Selesai melaksanaan sholat, aku bertanya kepada penjaga berugaq tersebut. Untuk siapa uang yang didapat dari usaha toilet dan tempat sholat ini? Bagaimana pengorganisasian keuangannya? Menurut keterangan sang penjaga, toiltet ini dibangun oleh koperasi. Maka pengelolaan keuangannya juga oleh koperasi, dimana nantinya uang itu akan dimanfaatkan untuk perbaikan fasilitas di Pantai Nipah. Selain itu, ia juga memberikan keterangan, bahwa puluhan lapak yang ada di sepanjang jalan di Nipah, dibangun oleh Pemda Kabupaten Lombok Utara. Untuk saat ini, penjual ikan bakar yang menempati lapak-lapak tersebut belum dikenakan pajak. Namun untuk beberapa waktu yang akan datang, para penjual tersebut diharuskan untuk membayar pajak, sesuai ketentuan pemerintah yang belum ditentukan.
Ngobrol dengan penjaga berugaq itupun tidak bisa lama-lama. Sebab, kami harus segera pulang. Yah, semoga semua orang bisa menjaga kebersihan dan kelestarian Pantai Nipah ini. Dan… sungguh liburan yang sangat mengesankan. Karena…