Oleh: Muhammad Sibawaihi | Komunitas pasirputih
Hari minggu mungkin tetap menjadi hari minggu. Namun, tidak semua hari minggu itu sama. Entah sejak kapan mulainya. Hari minggu pada minggu terakhir menjelang bulan puasa, menjadi fenomena sosial masyarakat Lombok yang menarik, dan mungkin tidak ditemui di daerah lain. Hari minggu ini, menjadi semacam perayaan tersendiri bagi umat Islam yang akan melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan. Pada hari ini, jalan-jalan dipenuhi oleh iringan kendaraan bermotor, atau mobil-mobil open cup yang memuat puluhan orang. Saya, yang kebetulan sedang dalam acara bepergian ke Mataram pada saat itu, melihat fenomena ini dengan penuh tanda tanya. Apakah ini semacam perayaan menjelang datangnya bulan Ramadhan, atau sengaja berlibur karena tidak mungkin akan dilakukan pada bulan Ramadhan?

Selesai belanja, saya memutuskan untuk kembali ke Pemenang, Lombok Utara,lewat jalur barat. Untuk menuju Lombok Utara dari arah Mataram, kita bisa menggunakan dua jalur. Jalur pertama yaitu jalur Pusuk, dimana kita akan melewati jalan berkelok-kelok di hutan Pusuk yang dipenuhi oleh rimbunnya tumbuhan hijau, dan kita juga akan menikmati deretan kera-kera yang duduk sepanjang jalur Pusuk tersebut. Yang kedua adalah jalur barat. Jalur barat ini membawa kita melewati beberapa tempat wisata seperti Pantai Senggigi, Pantai Kerandangan dan Pantai Mangsit. Karena jalur ini dekat dengan pantai, maka sepanjang perjalanan kita akan disuguhkan pemandangan pasir-pasir pantai dan birunya laut. Namun memang kita harus sangat berhati-hati. Sebab di jalur barat ini, banyak sekali tanjakan-tanjakan terjal.
Sepanjang jalan, kendaraan terlihat membeludak. Bahkan di sebuah pertigaan terjadi kemacetan, karena memang tidak adanya lampu lalu lintas dan tidak ada petugas kepolisian yang menertibkan. Pantas saja, kendaraan main asal kebut saja. Selain itu, banyak pengguna kendaraan yang tidak menggunakan helm pengaman dan juga ‘boncengan’ melebihi batas maksimal.


Ketika sampai di Dusun Batu Layar, saya melihat ratusan, mungkin juga ribuan orang di tepi pantai. Mulai dari anak-anak sampai orang dewasa. Fenomena minggu terkahir ini, memang bertepatan dengan hari libur sekolah. Mungkin saja, kesempatan ini kemudian digunakan oleh para orang tua untuk menghabiskan waktu bersama anak-anak mereka. Saya sengaja menghentikan kendaraan disebuah tanjakan untuk mengambil gambar. Dari atas sini, saya dengan leluasa bisa mengmabil gambar setiap sudut pantai. Terlihat ada yang sedang berduaan di atas batu-batu karang, ada juga yang berkumpul membentuk lingkaran dengan sanak keluarga. Sebuah perahu nelayan juga tampak mondar-mandir dari tadi. Saya curiga, perahu tersebut sengaja dimanfaatkan untuk disewakan kepada para pengunjung. Sebab ketika perahu itu merapat ke pantai, orang-orang diatasnya segera turun, dan diganti lagi oleh sekumpulan orang yang terlihat sengaja berdiri menunggu perahu itu menepi.
Di Batu Layar, tidak hanya pantai yang dipenuhi oleh manusia, namun juga sebuah kuburan yang ada di pinggir jalan, tepatnya di tanjakan Batu Layar. Dari cerita orang tua, kuburan itu merupakan kuburan orang hebat atau kuburan Tuan Guru. Biasanya pada perayaan Maulid Nabi Muhammad kuburan tersebut ramai dikunjungi orang. Namun hari minggu ini juga tampak puluhan mobil mini bus parkir di lokasi tersebut. Terlihat banyak sekali orang-orang berpeci hitam dan berkerudung ada di areal kubur. Yah, mungkin mereka sedang melakukan syukuran atau berdoa atas datangnya bulan puasa, sambil meminta kepada Tuhan agar bisa melaksanakan ibadah puasa dengan baik.


Setelah mengambil gambar, saya melanjutkan perjalanan. Takut kalau-kalau hujan turun. Sebab sedari tadi, langit terlihat mendung. Betapa terkejutnya saya, ketika setiap pantai yang saya temui dipenuhi oleh ratusan manusia. Mulai dari Pantai Senggigi, Kerandangan, Mangsit, Kelui, Lendang Luar, Malimbu, Nipah, Pandanan, Mentigi, Kecinan dan Teluk Nara. Pedagang jagung bakar di sepanjang jalan Senggigi menjadi laris, penjaga-penjaga pintu masuk menuju pantai kewalahan, bahkan panitia pembangunan di sebuah masjid, sengaja memposisikan banyak sekali ‘peminta sumbangan’, sebab pengguna jalan sedang banyak-banyaknya.
Banyak kejadian menarik hari Minggu ini. Saya ingat ketika sedang melewati Pantai Kelui, tiba-tiba terdengar beberapa kali bunyi ledakan yang sangat keras. Setelah sampai di atas tanjakan, saya melihat ke bawah. Baru saya mengetahui ternyata itu bunyi kembang api yang dinyalakan pengunjung pantai tersebut. Di Pantai Malimbu, puluhan warung ikan bakar yang dibangun di pinggir jalan, juga dipenuhi pembeli. Sepanjang jalan itu, asap-asap dari ikan yang sedang dibakar menusuk hidung dan mempengaruhi jarak pandang pengendara.


Sepertinya hari ini menjadi hari keberuntungan para pengusaha-pengusaha kecil di pantai-pantai tersebut. Sebab di beberapa pantai, karcis masuk mencapai Rp. 2.000,-. Jika di kali 1.000 orang, maka keuntungan penjaga pantai mencapai Rp. 2.000.000,-. Mengingat moment ini terjadi setahun sekali, maka hampir di setiap tempat saya mengambil gambar. Tulisan inipun saya tulis sebagai sebuah bentuk pengarsipan moment ini. Meski fenomena ini terlihat biasa-biasa saja, namun saya merasa sangat penting untuk ditulis, juga diabadikan melalui video. Mungkin suatu saat akan ada penulisan lebih tajam dan lebih dalam terkait hal ini. Terimakasih.
ulsan yg ckup mnarik , coba d tmbah dngn uraian dr tkoh agma ato yg lain knpa adA fenomena sprti ini
terimakasih atas komentarnya. masukan yang sangat baik….