Oleh: Muhammad Imran | Komunitas pasirputih
Jum’at 13 juni 2014, hari yang di tunggu-tunggu oleh para penggila bola di seluruh dunia. Hari itu adalah hari dimana dimulainya ajang sepak bola paling bergengsi, yaitu Piala Dunia, yang di selenggarakan di Brazil. Deman sepak bola ini, tidak hanya terasa di Brzail saja, bahkan di seluruh belahan dunia, termasuk masyarakat Gili Meno. Sebuah pulau kecil yang sangat jauh dari Brazil.

Namun, jangan menyangka dengan mudah kami bisa menonton siaran langsung setiap pertandingan piala dunia. Sebab, chanel yang menayangkan Piala Duniatersebut biasanya ‘diacak’. Kecuali jika kita memiliki receiver tertentu. Maka mereka yang memiliki cukup uang, akan membeli receiver yang harganya bisa mencapai Rp. 1.200.000,0- Rp. 1.500.000,-.
Di suatu hari, jam o8,30 agi aku mendapatkan undangan untuk menghadiri acara ‘Buang Au’ (tasyakkuran untuk bayi yang baru lahir). Sesampainya di tempat acara, aku melihat televise 20 Inci sengaja disediakan oleh tuan rumah, dan diletakkan tepat di pojok tenda tempat para tamu undangan duduk. Televisi tersebut menayangkan cuplikan tayangan ulang antara keseblasan Uruguay vs Inggris, dimana kala itu Uruguay menang 2-1 atas Inggris. Walaupun hanya tayangan ulang, kami, para tamu undangan sangat menikmati tayangan tersebut. Tidak pernah terjadi hal semcam ini, dimana saking ‘demamnya Piala Dunia’, kami menunggu undangan yang belum datang dengan menonton bola. Selain menonton, suasana menjadi sangat hangat dengan perbincangan seputar beberapa negara yang harus pulang terlebih dahulu dari ajang ni, seperti Spanyol,Italy dan Portugal.

Sejenak, obrolan dan tontonan untuk beberapa menit terhenti. Tuan rumah meminta para undangan melangsungkan acara tasyakkuran. Beberapa detik setelah acara selesai, salah seorang tamu undangan langsung menyalakan televise, seakan-akan tak mau melewatkan pertandingan tersebut. Waktu itu, tuna rumah menyuguhkan ‘dulang’ nasi (nasi yang disajikan di atas nampan). Ini menambah suasana menjadi menarik, yaitu ‘mendulangan’ sambil menonton sepak bola.
Seorang warga yang satu nampan denganku, mengaku bahwa gara-gara Piala Dunia, ia sering pulang terlambat dan ia jadi jarang tidur di rumah. “Kenanya ku selingkuh sik kornan ku”, (Istriku mengira, aku selingkuh), tuturnya kepadaku sambil tertawa.

Lain halnya dengan Ari, seorang temanku yang juga menikmati uporia Piala Dunia. dengan cara yang berbeda. Karyaawann hotel ini mengaku, bahwa ajang Piala Dunia ini adalah ajang untuk berjudi. “Kalau gak taruhan gak seru… Biar begadangnya gak sia-sia”, ungkapnya. Tapi dia kecewa, karena keseblasan favoritnya Spanyol, harus angkat koper lebih dulu. Selain itu dia juga menegaskan bahwa sebagian besar warga menyikapi atsmosfernya Piala Dunia dengan cara taruhan,.
“Terus, kamu taruhan sama siapa aja?” Tanyaku ke Ari.
“Aku taruhan sama temen kerja, dan… adik iparmu!” Jawabnya sambil tertawa.
“Kamu taruhan sampai berapa duit?” Tannyaku kembali.
“Paling tinggi seratusan, paling sedikit lima puluhan. Pokoknya, gak taruhan, gak asyik!” jawabnya lagi sambil cekikikan.

Di waktu yang berbeda, di malam terakhir babak pertama Piala Dunia, aku dan istriku duduk di ‘berugaq’ depan rumah mertuaku. Kami didatangi oleh seorang tamu (tourist), yang kebetulan menginap di bungalow milik mertuaku. Tourist itu berbicara banyak dengan kami. Sampai di tengah perbincangan, kami mulai menanyakan nama dan asalnya. Tourist itu bernama Rafael. Ternyata dia berasal dari Brazil. Saya cukup heran, kenapa ketika semua orang di dunia ini tertuju ke brazil, berlomba-lomba mendapatkan tiket ke negera itu, ia justru pergi ke Inodnesia, tepatnya ke Lombok. Kami kemudian menanyakan hal tersebut. Saya cukup kaget mendengar jawabannya, sesuatu yang diluar pengetahuan saya selama ini tentantang Piala Dunia 2014 di Brazil.
“Sebagian orang Brazil, termasuk saya, tidak mendukung adanya World Cup di Brazil ini, Hal ini dikarenakan karna ajang ini membuat harga kebutuhan hidup kami di Brazil melonjak naik, dengan sangat drastis. Harga Beer menjadi tiga kali lipat dari harga biasanya. Mau tidak mau para tourist yang datang terpaksa membelinya dengan harga yang sudah di tentukan. Tidak hanya itu, pemerintah Brazil membuang-buang uang hanya untuk merenofasi sebuah stadium. Padahal Brazil saat ini, sangat membutuhkan fasilitas, sarana pendidikan dan kesehatan. Karena hal tersebut, banyak warga Brazil yang protes.” Itulah jawaban Rafael kepada kami.

Rafael melanjutkan, “…pembangunan stadium itu, ada embel-embel politiknya. Karena tidak lama lagi, kami akan memilih calon pemimpin baru,yaitu calon peresiden. Kalau sampai Brazil menang, itu akan memebawa dampak besar bagi salah satu partai politik di Brazil yang mendukung perenopasian stadion tersebut.”
Rafael bercerita banyak tentang Brazil, mulai dari bagaimana kondisi pemerintahannya, aparat kepolisiannya, masyarakat, keriminal dan geografisnya. Di ujuang perbincangan kami, ia sampaikan, “…kenapa saya tau semuanya? Karna saya adalah seorang jurnalis….”
Apa yang disampaikan oleh Rafael, membuat saya tambah penasaran. Beberapa waktu lalu, saya juga sempat membaca berita online, dimana seorang wanita telanjang terlihat dari hotel, tempat keseblasan Inggris menginap. Ternyata juga, hal yang sama saya dengar dari beberapa kawan, yang pernah membaca berita online, bahwa ajang Piala Dunia itu rentan dengan perjudian dan pelacuran.
Tapi meskipun begitu Rafael juga berharap, mudah-mudahan Piala Dunia yang sekarang sedang diadakan di negaranya tersebut, membawa pengaruh positif, bagi masyarakat dunia, khususnya bagi masyarakat Brazil.